LUBUKLINGGAU, Anugerahcahaya.com — Proyek peningkatan Jalan Gajah Mada 8, Kelurahan Majapahit, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, yang dikerjakan oleh CV. Fortuna Gold Construction dengan nilai anggaran Rp198.104.000, menuai sorotan publik.(9/10)
Hanya berselang beberapa hari setelah pengerjaan selesai, permukaan jalan cor beton tersebut sudah mengalami retak seribu bahkan retak melintang di berbagai titik.
Hasil pantauan tim investigasi Anugerahcahaya.com di lapangan menunjukkan, proyek yang dipecah menjadi tiga titik itu tampak tidak dikerjakan dengan standar teknis yang baik. Kondisi fisik jalan memperlihatkan gejala retak di hampir seluruh bidang beton, yang menimbulkan tanda tanya terkait mutu material dan proses pelaksanaan di lapangan.
“Proyek ini baru selesai sekitar seminggu, tapi sudah banyak yang retak hingga puluhan meter. Kami sebagai warga sangat kecewa,” ujar FR (34), warga setempat, Kamis (9/10).
“Sayang uang rakyat, kalau proyek ratusan juta seperti ini tidak dikerjakan dengan profesional. Kami yakin ini ada indikasi pengurangan volume,” tambahnya.
Warga berharap agar proyek infrastruktur publik seperti ini tidak asal dikerjakan. Menurut mereka, pembangunan harus memberi azas manfaat jangka panjang, bukan sekadar formalitas pelaksanaan anggaran.
Kritik serupa datang dari Sony, Koordinator LSM Barisan Pemuda Anti Korupsi (BAPAK), yang menilai kualitas hasil pekerjaan menunjukkan adanya indikasi pelanggaran spesifikasi teknis.
“Kuat dugaan, pekerjaan proyek ini tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen kontrak. Mutu beton sangat diragukan dan kemungkinan tidak akan bertahan lama,” tegasnya.
“Kami juga mencurigai adanya indikasi mark-up harga satuan dan volume beton dalam pelaksanaannya. Kami akan menelusuri lebih lanjut dan melaporkan temuan ini ke Kejaksaan Negeri Lubuklinggau,” pungkasnya.
Saat tim media mencoba mengonfirmasi ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Lubuklinggau, tidak satu pun pejabat yang dapat memberikan penjelasan resmi.
“Kepala Dinas tidak ada, sedangkan Kabid, Pak Fahny, baru saja keluar. Tidak tahu kapan kembali,” ujar Mang Ali, petugas resepsionis kantor tersebut.
Minimnya transparansi dari instansi pelaksana membuat publik semakin curiga bahwa pengawasan proyek terabaikan, padahal seluruh anggaran bersumber dari APBD Kota Lubuklinggau Tahun 2025.
Jika mengacu pada Standar Biaya dan Spesifikasi Teknis Pekerjaan Beton Jalan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016, retak pada permukaan beton baru bisa terjadi apabila ada kesalahan dalam komposisi campuran, proses curing, atau ketebalan cor yang tidak sesuai standar (minimal 20 cm untuk jalan lingkungan).
Artinya, jika proyek senilai hampir Rp200 juta ini sudah retak hanya dalam hitungan hari, sangat mungkin terdapat cacat mutu atau pengurangan volume material.
Kondisi tersebut mencerminkan lemahnya sistem pengendalian mutu (quality control) dan pengawasan lapangan yang menjadi tanggung jawab Dinas PUPR.
Soni menjelaskan, proyek infrastruktur dengan nilai ratusan juta rupiah seharusnya tidak hanya diawasi dari sisi administrasi, tetapi juga evaluasi teknis independen agar tidak berujung pada pemborosan dan potensi tindak pidana korupsi.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap rupiah dari APBD harus diawasi ketat, terutama untuk proyek yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat.
Transparansi, profesionalitas, dan integritas dalam pelaksanaan proyek publik harus menjadi prioritas agar tidak terus berulang kasus serupa: proyek baru dibangun, sudah rusak sebelum dimanfaatkan.(Joni Farles)
Posting Komentar